Minggu, 15 Maret 2020

Mencita-citakan Kematian

Kematian, sudah seberapa siap jika ia menghampiri. Rasanya jika ditanya sudah siapkah jika Allah memanggil saat ini, jiwa akan merunduk lesu. Kalau bisa, orang lain saja dulu.

Kematian akan datang pada setiap makhluk yang bernyawa. Ingin bersembunyi dalam lubang gelap, tapi tetap saja kematian datang menyapa.

Jika sudah tahu, alangkah lebih baik kita mencita-citakan kematian kita kelak adalah kematian yang baik. Agar kita bisa mempersiapkan diri, membuat rencana terbaik untuk akhir perjalanan di dunia.

Berbekallah dengan kebaikan bukan keburukan. Pastikan bekal itu bukan fatamorgana. Seakan berjuta kebaikan yang kita lakukan, ternyata tidak ada apa-apanya di hadapan Allah.

Apalagi jika bekal kita diberikan pada orang lain yang pernah kita sakiti. Bekal yang kita kumpulkan, dibagi hingga tak bersisa. Jadilah kita orang yang bangkrut karena bekal untuk kehidupan di kampung halaman tidak ada lagi. Maka jangan salah mengumpulkan bekal. Agar kehidupan di kampung halaman lebih bahagia. Jadilah orang yang cerdas dalam menunggu kematian.

Seperti kisah Abdullah ibnu Umar, dia pernah berkata, " Aku bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, 'Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?' Beliau menjawab, 'Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.' Dia berkata lagi, 'Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?' Beliau menjawab, 'Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas." (HR Ibnu Majah).


#30DWCJilid22
#Day29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar